Jakarta : Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menegaskan komitmen pemerintah untuk mengusut tuntas temuan kayu gelondongan yang terbawa arus banjir dan longsor di Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI, Kamis, 4 Desember 2025, Menhut memastikan proses investigasi dilakukan menyeluruh dan tidak akan memberi ruang bagi pelaku perusakan hutan.
“Kami berkomitmen melakukan investigasi secara tuntas terhadap material kayu yang hanyut akibat banjir. Koordinasi telah dilakukan dengan Kapolri, dan saya akan mengejar siapa pun yang terbukti melakukan pelanggaran,”kata Raja Juli Antoni dalam keterangan tertulis, Jumat, 5 Desember 2025.
Menhut menekankan bahwa praktik perusakan hutan tidak bisa ditoleransi karena berdampak langsung pada keselamatan masyarakat. Penelusuran kayu gelondongan dilakukan secara ilmiah untuk mengetahui sumbernya, sebelum dilanjutkan dengan proses hukum terhadap pihak yang bertanggung jawab.
“Tidak ada kompromi bagi siapa pun yang merusak hutan Indonesia,” tegasnya.
Penegakan Hukum Diperkuat, 20 PBPH Berkinerja Buruk akan Dicabut
Dalam kesempatan tersebut, Menhut juga menjabarkan penguatan penegakan hukum sektor kehutanan sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto. Setelah mencabut 18 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 526.144 hektare pada Februari 2025, pemerintah kembali bersiap mencabut sekitar 20 izin PBPH berkinerja buruk di berbagai wilayah.
“Kementerian Kehutanan, atas persetujuan Presiden, akan mencabut izin sekitar 20 PBPH berkinerja buruk seluas kurang lebih 750.000 hektare di seluruh Indonesia, termasuk di tiga provinsi yang terdampak banjir,” jelasnya.
Moratorium Izin Baru PBPH
Raja Antoni menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi menyeluruh pascakejadian banjir dan longsor. Sebagai langkah pencegahan, ia memastikan pemerintah akan memberlakukan moratorium penerbitan izin baru PBPH Hutan Alam dan Hutan Tanaman.
“Saya akan menerapkan moratorium izin PBPH baru untuk hutan alam dan hutan tanaman,” ucapnya.
Menhut menegaskan bahwa seluruh langkah ini dilakukan untuk memastikan tata kelola hutan semakin ketat, berkelanjutan, dan berpihak pada keselamatan masyarakat di kawasan rawan bencana.(*)

