Kembali di Akhir Pekan, Rupiah Alami Anjlok Terhadap Dolar
Karawang: Nilai tukar rupiah masih melanjutkan pelemahan terhadap dolar AS dalam penutupan perdagangan akhir pekan ini. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah turun 0,16 persen atau 27 poin menjadi Rp16.750 per dolar AS.(20/12/25).
Rupiah masih tertekan oleh dolar AS karena perkembangan inflasi di AS. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi umum dan inflasi inti di AS memgalami penurunan.
"Tetapi para ekonom memperingatkan terkait penutupan pemerintah selama 43 hari. Hal ini mendistorsi beberapa data yang dikumpulkan untuk rilis tersebut," kata Analis Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi, Jumat (19/12/2025).
Meredanya inflasi membuat ekspektasi The Fed akan memangkas suku bunga akan meningkat. Pelaku pasar juga menanggapi data tersebut dengan skeptis karena data pekerjaan cukup solid.
Selanjutnya, fokus pasar adalah rilis indikator inflasi favorit the Fed, yakni Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi Inti (PCE). Selain itu, Indeks Sentimen Konsumen yang dirilis Universitas Michigan.
Dari sisi geopolitik, para pejabat AS akan melakukan pertemuan dengan pejabat Rusia akhir pekan ini. Presiden Trump merasa yakin pembicaraan untuk mengakhiri perang di Ukraina "hampir mencapai titik terang".
"Para analis menyebut, tindakan yang menargetkan minyak Rusia dapat menimbulkan risiko pasokan. Risikonya bahkan lebih besar bagi pasar daripada blokade kapal tanker Venezuela oleh Trump," ucap Ibrahim.
Di dalam negeri, pasar mencermati peringatan yang diberikan Bank Dunia terkait kesehatan fiskal Indonesia. Bank Dunia memproyeksikan defisit APBN akan melebar secara konsisten hingga mendekati batas psikologis 3 persen hingga 2027.
Defisit terjadi seiring penurunan rasio pendapatan negara dan peningkatan beban utang. Bank Dunia mencatat rasio pendapatan Indonesia terhadap PDB diproyeksikan terjun bebas.
"Dari realisasi 13,5 persen pada 2022 menjadi hanya 11,6 persen pada 2025. Tapi akan sedikit membaik ke level 11,8 persen pada 2026," ucap Ibrahim mengutip data Bank Dunia.
Sementara dari sisi utang, Bank Dunia memproyeksikan rasio utang Pemerintah Pusat akan terus naik dalam tiga tahun ke depan. Dari posisi 39,8 persen terhadap PDB pada 2024, menjadi 40,5 persen pada 2025, dan 41,1 persen pada 2026.(*)

