Hari ini
Cuaca 0oC
Headline News

Akibat Perang, Mahasiswa Gaza Kuliah di Tengah Puing Universitas

 Karawang :Universitas Islam Gaza membuka kembali Kelas Tatap Muka meski infrastruktur oendidikan hancur total akibat perang.(21/12/25).


Bangunan Universitas di seluruh Gaza telah hancur akibat pemboman Israel [Foto: Al Jazeera]
Bangunan Universitas di seluruh Gaza telah hancur akibat pemboman Israel [Foto: Al Jazeera]

Di bawah bayang-bayang reruntuhan beton dan kerangka bangunan yang hangus, aktivitas akademik di Universitas Islam Gaza (IUG) kembali berdenyut. Untuk pertama kalinya dalam dua tahun, para mahasiswa kembali mengikuti perkuliahan tatap muka di tengah kondisi kampus yang kini lebih menyerupai kamp pengungsian daripada pusat pendidikan.

Langkah ini diambil sebagai upaya melawan apa yang disebut oleh para ahli hukum internasional sebagai "skolastisida" penghancuran sistematis terhadap sistem pendidikan. Kampus yang terletak di Kota Gaza ini kini menjadi rumah bagi sekitar 500 keluarga yang kehilangan tempat tinggal, dengan tenda-tenda pengungsi yang berdiri tepat di atas lahan yang dulunya merupakan ruang kuliah.

"Kami datang ke sini setelah terusir dari Jabalia karena tidak ada tempat lain untuk pergi," ujar Atta Siam, salah satu warga yang mengungsi di area kampus. "Namun tempat ini adalah untuk pendidikan. Ini bukan tempat penampungan, melainkan tempat anak-anak kami menuntut ilmu."

Pendidikan di Titik Nadir

Data dari UNESCO menunjukkan skala kerusakan yang sangat masif, di mana lebih dari 95 persen fasilitas pendidikan tinggi di Gaza telah rusak berat atau hancur sejak konflik pecah pada Oktober 2023. Di Universitas Islam Gaza, para dosen terpaksa berinovasi dengan sumber daya yang sangat terbatas.

Dr. Adel Awadallah menggambarkan bagaimana pihaknya harus menutup dinding-dinding yang jebol dengan lembaran plastik agar ruangan bisa digunakan kembali.

"Kami meminjam motor penggerak untuk menghasilkan listrik guna mengoperasikan peralatan universitas," jelasnya. Dengan hanya empat ruang kelas yang berfungsi, ribuan mahasiswa kini bergantung pada pengaturan darurat ini.

Membangun dari Titik Nol.

Bagi mahasiswa baru seperti Youmna Albaba, realitas perkuliahan saat ini jauh dari impian masa lalunya. Sebagai mahasiswa kedokteran tahun pertama, ia harus belajar di lingkungan yang minim fasilitas medis dan laboratorium.

"Saya membutuhkan tempat di mana saya bisa fokus, yang memiliki kualifikasi lengkap dalam segala hal," ungkap Youmna. "Meskipun saya tidak menemukan apa yang saya bayangkan di sini, saya tetap punya harapan karena kami sedang membangun segalanya dari nol."

Berdasarkan laporan Al Mezan Center for Human Rights, dampak perang terhadap sektor pendidikan di Gaza meliputi:

• 494 sekolah dan universitas rusak atau hancur total.

• 12.800 mahasiswa tewas dalam serangan.

• 760 guru dan staf kependidikan kehilangan nyawa.

• 150 akademisi dan peneliti gugur.

Pakar hak asasi manusia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada April 2024 memperingatkan bahwa penghancuran infrastruktur pendidikan ini mungkin merupakan upaya sengaja untuk membongkar fondasi masyarakat Palestina.

"Ketika sekolah dihancurkan, begitu pula harapan dan impian," demikian bunyi pernyataan resmi pakar PBB, yang menyebut pola serangan ini sebagai kekerasan sistematis terhadap masa depan generasi muda.

Meskipun akses terhadap listrik, internet, dan kebutuhan dasar seperti air bersih sangat sulit didapat, semangat para mahasiswa untuk kembali ke kelas menunjukkan keinginan kuat untuk merebut kembali normalitas di tengah trauma berkepanjangan. Bagi Youmna dan rekan-rekannya, setiap kuliah yang dihadiri adalah bentuk ketahanan terhadap kehancuran yang mengepung mereka.(*)

Hide Ads Show Ads