Hari ini
Cuaca 0oC
BREAKING NEWS

Rupiah Meningkat Tipis, Ekonomi Domestik dan Global Masih Jadi Tantangan

 Jakarta : Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat tipis pada perdagangan Rabu, 14 Mei 2025, setelah sebelumnya sempat melemah. Namun, kondisi makro ekonomi domestik dan tekanan global masih membayangi pergerakan rupiah dalam jangka pendek.

Foto ilustrasi: uang pecahan kertas rupiah
Foto ilustrasi: uang pecahan kertas rupiah

Mengacu pada data Bloomberg, rupiah dibuka di level Rp16.578,5 per dolar AS, naik 0,29% atau 48,5 poin dibandingkan posisi penutupan sebelumnya. Penguatan ini terjadi seiring pelemahan indeks dolar AS yang turun tipis 0,06% ke posisi 100,93.

Sejumlah mata uang Asia juga menunjukkan tren positif. Yen Jepang naik 0,15%, dolar Taiwan menguat 0,28%, won Korea Selatan naik 0,18%, peso Filipina naik 0,06%, rupee India naik 0,05%, dan ringgit Malaysia menguat 0,33%.

Meski demikian, pada perdagangan sebelumnya, Selasa, 13 Mei 2025, rupiah sempat melemah ke level Rp16.660 per dolar AS di pasar Non-Deliverable Forward (NDF), turun 0,34% atau 56,5 poin. Ini memperlihatkan bahwa tekanan terhadap mata uang Garuda belum sepenuhnya mereda.

Senior Chief Economist Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menilai pergerakan rupiah saat ini masih akan berlangsung dalam rentang sempit dengan potensi pelemahan hingga kisaran Rp16.564 per dolar AS. Namun selama tidak menembus Rp16.650, masih ada peluang penguatan ke level teoritis Rp16.135.

“Target penguatan berada di Rp16.135, dengan area support sebelumnya di kisaran Rp16.250,” ujar Fithra dalam risetnya yang dikutip pada Rabu, 14 Mei 2025.

Ia menambahkan, landasan ekonomi Indonesia saat ini masih cukup rapuh, dengan sejumlah faktor seperti inefisiensi struktural, kebijakan fiskal yang belum optimal, dan ketidakpastian global.

Pada kuartal I/2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat hanya 4,87% (year-on-year), di bawah ekspektasi pasar. Pelemahan ini dipicu oleh rendahnya penyerapan belanja pemerintah, turunnya investasi, serta stagnasi di sektor manufaktur. Hal ini juga tercermin dari penurunan Indeks PMI Manufaktur pada April menjadi 46,7, menandakan adanya kontraksi industri yang cukup dalam.

Sementara itu, cadangan devisa nasional juga menyusut sebesar US$4,6 miliar, akibat intensifnya intervensi Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar.

Dengan kondisi tersebut, pelaku pasar diharapkan tetap waspada terhadap potensi tekanan lanjutan pada rupiah, terutama jika kondisi eksternal dan fundamental domestik tidak menunjukkan perbaikan signifikan dalam waktu dekat(*)
Hide Ads Show Ads