Scroll untuk melanjutkan membaca

KPK Sita Aset Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji

 Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penyitaan aset terkait dugaan korupsi kuota haji di Kemenag 2024. Penyitaan dilakukan terhadap satu bidang tanah beserta bangunan, satu unit kendaraan roda empat, serta dua unit kendaraan bermotor roda dua.


Jubir KPK Budi Prasetyo memberikan keterangan kepada awak media
Jubir KPK Budi Prasetyo memberikan keterangan kepada awak media

Seluruh aset tersebut berasal dari pihak swasta yang turut dikaitkan dalam penyidikan kasus ini. “Penyitaan dilakukan karena aset-aset tersebut, baik rumah, mobil, maupun motor, diduga diperoleh dari hasil dugaan tindak pidana korupsi ini,” kata Jubir KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya yang dikutip, Jumat (21/11/2025).

Budi menegaskan penyitaan dilakukan untuk memperkuat proses pembuktian, tetapi menjadi langkah upaya asset recovery atau pemulihan kerugian negara. “Aset-aset tersebut dibutuhkan penyidik untuk proses pembuktian nantinya, sekaligus sebagai langkah awal KPK dalam mengoptimalkan asset recovery,” kata Budi.

Apalagi, dalam perkara kuota haji, KPK menjerat pihak-pihak yang terlibat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Karena itu, pengembalian kerugian negara menjadi salah satu fokus penyidik.

Dalam penyidikan, KPK menemukan bukti adanya permintaan uang percepatan keberangkatan haji oleh oknum Kemenag kepada jamaah. Modusnya, jamaah yang seharusnya menunggu antrean 1–2 tahun dijanjikan bisa berangkat di tahun yang sama (T-0).

Dengan syarat membayar sejumlah uang percepatan mulai dari USD2.400 hingga USD7.000 per kuota. "Kalau tidak salah 2.400 US dolar sampai dengan 7.000 US dolar per kuota," kata Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu yang dikutip, Jumat (19/9/2025).

Diketahui, KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum, yang artinya belum ada tersangka meski sudah ada sprindik. Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1 triliun lebih.

KPK juga menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran uang. Kasus ini berawal dari kebijakan Yaqut Cholil Qoumas yang mengubah alokasi tambahan 20.000 kuota haji periode 2023–2024, dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.

Seharusnya menetapkan rasio 92 persen untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, Kebijakan Yaqut membuat 50%:50%.

Penyimpangan alokasi ini diduga membuka praktik jual beli kuota haji khusus oleh oknum di Kemenag dan biro perjalanan. Akibatnya, calon jemaah yang seharusnya antre bertahun-tahun dapat langsung berangkat dengan membayar sejumlah uang,(*)
Baca Juga

Berita YouTube

Berita Terbaru
  • KPK Sita Aset Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji
  • KPK Sita Aset Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji
  • KPK Sita Aset Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji
  • KPK Sita Aset Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji
  • KPK Sita Aset Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji
  • KPK Sita Aset Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji
Tutup Iklan