Hari ini
Cuaca 0oC
BREAKING NEWS

Proyek Nikel Papua Diganggu? Bahlil Sidak Tambang GAG Nikel di Raja Ampat

 Raja Ampat : Bahlil Lahadalia turun langsung ke Pulau Gag usai protes warga. Pemerintah pastikan evaluasi objektif, operasi tambang sementara dihentikan.

Proyek Nikel Papua Diganggu? Bahlil Sidak Tambang GAG Nikel di Raja Ampat

Pemerintah pusat akhirnya turun tangan menyikapi gejolak di Pulau Gag, Raja Ampat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, melakukan inspeksi mendadak ke lokasi tambang nikel milik PT GAG Nikel, anak usaha PT Antam Tbk, pada Sabtu (7/6). 

Langkah ini diambil menyusul protes warga terkait aktivitas pertambangan yang dinilai mengancam lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat sekitar.

“Saya datang ke sini untuk melihat langsung, secara objektif, agar tidak hanya berdasarkan laporan di atas meja,” tegas Bahlil di lokasi.

Kunjungan tersebut juga diikuti oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Tri Winarno. Dalam peninjauan dari udara, Tri menyampaikan bahwa luasan lahan tambang yang dibuka tergolong terbatas, dengan lebih dari separuhnya sudah direklamasi.

“Dari total 263 hektare, sekitar 131 hektare sudah direklamasi dan 59 hektare dinyatakan berhasil,” ungkap Tri.

Ia juga menyebut bahwa dari pantauan helikopter, tidak ditemukan sedimentasi mencolok di wilayah pesisir. Meski begitu, hasil akhir evaluasi menyeluruh akan diumumkan kemudian oleh tim Kementerian ESDM.

Sementara itu, aktivitas tambang GAG Nikel sudah dihentikan sejak Kamis (5/6), mengikuti instruksi langsung dari Bahlil. Keputusan ini bersifat sementara, menunggu hasil evaluasi resmi terkait kepatuhan prosedur dan dampak lingkungan.

GAG Nikel merupakan satu-satunya perusahaan tambang nikel yang aktif beroperasi di kawasan Raja Ampat, meski terdapat lima izin tambang yang tercatat di wilayah tersebut. Perusahaan ini mengantongi izin kontrak karya seluas 13.136 hektare, yang terbit sejak 2017 dan mulai aktif produksi pada 2018 setelah mendapat izin amdal.

“Hanya GAG yang beroperasi. Dan ini perusahaan BUMN, milik Antam,” ujar Bahlil. Dikutip dari Antara.

Sebelumnya, penolakan terhadap tambang di Raja Ampat ramai dibicarakan setelah aksi demonstrasi yang dilakukan Greenpeace pada Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta. Dalam aksi tersebut, aktivis menyoroti dampak lingkungan di kawasan konservasi dan wisata unggulan Papua, seperti Raja Ampat. Gelombang protes juga merebak di media sosial, dengan banyak warganet menuntut penghentian tambang.

Namun, Bahlil menekankan bahwa Indonesia berdaulat dalam mengelola sumber daya alamnya dan tidak boleh tunduk pada tekanan dari luar negeri yang bisa merusak momentum hilirisasi yang tengah berjalan.(*)
Hide Ads Show Ads