Dirjen PHU Kemenag Beberkan Krolonogis "Pecah Kloter"
Madinah: Kementerian Agama terus menunjukkan komitmennya mengurai berbagai masalah dalam meningkatkan pelayanan haji. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief mengatakan, dinamika pecah kloter bermula dari kondisi pada awal pemberangkatan.
Di mana, sebagian jemaah yang dijadwalkan berangkat mengalami keterlambatan dalam penerbitan visa. Di sisi lain, kursi pesawat yang terjadwal harus tetap terisi.
“Sebagian visa jemaah kita belum terbit, padahal mereka sudah dijadwalkan untuk berangkat. Konsekuensinya, kursi yang kosong diisi jemaah dari kloter lain yang visanya sudah siap," kata Hilman dalam konferensi pers di Makkah, Senin (19/5/2025).
Menurutnya, dampak lanjutan dari proses ini adalah tercampurnya jemaah dari kloter berbeda dalam pelayanan yang ditangani syarikah. Sistem syarikah yang mulai diterapkan penuh pada 2025 ini memang menjadi bagian dari reformasi layanan haji di Arab Saudi.
Jika sebelumnya Indonesia hanya dilayani satu syarikah, maka tahun ini terdapat delapan syarikah. Di mana melayani lebih dari 200 ribu jemaah haji Indonesia.
“Dengan sistem syarikah ini, terjadi pemisahan penempatan hotel dan layanan berdasarkan penyedia layanan. Di sinilah kadang suami-istri atau lansia dan pendampingnya bisa terpisah,” kata dia.
Meski demikian, ia memastikan, pemerintah tidak tinggal diam mencari berbagai solusi untuk mengurai masalah pecah kloter. Salah satu jalan keluar adalah skema reunifikasi atau penggabungan kembali jemaah yang terpisah dari pasangan atau pendampingnya.
“Kami sudah siapkan langkah-langkah reunifikasi. Baik suami-istri, mahram, hingga lansia dengan pendampingnya," ujarnya.
"Kami akan terus koordinasi dengan pihak syarikah dan Kementerian Haji Arab Saudi. Sehingga penggabungan ini bisa difasilitasi sebaik mungkin,” ucapnya.