Menlu Palestina Singgung Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, Warga Palestina Mulai Berisiko Kelaparan dan Kehausan
Rakyat Palestina memiliki berbagai hak berdasarkan Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Namun, Menteri Luar Negeri (Menlu) Palestina Riyad al-Maliki menyatakan, Rakyat Palestina tidak pernah merasakan berbagai hak tersebut.
Pernyataan ini disampaikan al-Maliki saat memperingati Deklarasi Hak Asasi Manusia Ke-75 PBB pada hari ini, Minggu (10/12/2023). "Hak hak Rakyat Palestina telah dilanggar selama 75 tahun, paling utama adalah hak untuk hidup," ujar al-Maliki dikutip dari akun media sosial Twitter X miliknya, Minggu.
Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB diadopsi, pada 10 Desember 1948. Menetapkan hak hak dasar dan kebebasan.
Termasuk hak untuk hidup dan kebebasan bergerak bagi semua individu, tanpa memandang kebangsaan. Kemudian, tempat tinggal, jenis kelamin, asal kebangsaan atau etnis, warna kulit, agama, bahasa, atau status lainnya.
Mantan Ketua Majelis Umum PBB Maria Fernanda Espinosa turut bersuara. "Yang jelas bagi saya adalah Majelis Umum PBB memiliki peran sangat penting," kata Espinosa di Forum Doha, Qatar, dilansir dari laman Aljazeera, Minggu.
"Dan sekarang saatnya untuk melanjutkan sesi darurat mengenai Palestina." Sebab, kata Espinosa, resolusi Majelis Umum PBB, meskipun tidak mengikat, tapi memiliki "otoritas moral".
"Saya pikir, menjadi persoalan sekarang adalah meningkatkan suara komunitas internasional. Dan menerapkan hukum internasional, khususnya hukum humaniter internasional," kata Espinosa.
kabar lain mengabarkan setengah juta warga Palestina berisiko mengalami bencana kelaparan dan kehausan. Khususnya di sejumlah kota yang terus diserang oleh pasukan Israel.
Pemerintah Kota Gaza menggambarkan situasi kemanusiaan di Gaza sebagai bencana. Lantaran militer Israel secara sengaja menargetkan infrastruktur pangan dan air.
"Situasi kemanusiaan di Gaza menimbulkan bencana. Akibat Israel serang infrastruktur krusial," kata Juru Bicara Pemkot Gaza Hosni Muhanna kepada Anadolu, Minggu (10/12/2023).
Lebih jauh, Muhanna mengungkapkan, krisis bahan bakar berdampak kepada terganggunya proses evakuasi korban luka. Termasuk pengangkutan jenazah.
"Sejumlah alat konstruksi dan kendaraan rusak. Karena Israel menargetkan garasi Pemerintah Kota Gaza," ujarnya.
Ia mencatatkan bahwa mereka mengalami kesulitan untuk membuka jalan-jalan yang ditutup. Ini akibat gempuran Israel.
"Krisis air dan makanan di pusat-pusat penampungan meningkat. Karena jumlah orang yang datang melebihi kapasitas," ucapnya.
Militer Israel kembali menggempur Jalur Gaza pada 1 Desember 2023. Ini setelah jeda kemanusiaan dengan kelompok perlawanan Palestina Hamas selama sepekan dinyatakan berakhir.
Sedikitnya 17.487 warga Palestina tewas dan lebih dari 46.480 warga lainnya terluka. Ini akibat gempuran tanpa henti Israel sejak 7 Oktober 2023 menyusul serangan lintas batas oleh Hamas.(*)