
Ribuan Warga Kota Cimahi Terdampak Penonaktifan Peserta PBI
0 menit baca
Cimahi: Sekitar 6.452 warga Kota Cimahi dinonaktifkan dari kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) pada bulan Juni 2025.
Kebijakan ini merupakan bagian dari penonaktifan massal sebanyak 7,3 juta peserta secara nasional yang dilakukan oleh Kementerian Sosial RI.
Penonaktifan tersebut merujuk pada Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025 serta Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Ekstrem Nasional (DTSEN). Terhitung sejak Mei 2025, penetapan peserta PBI hanya didasarkan pada data DTSEN.
Peserta yang tidak terdaftar dalam data tersebut, dianggap tidak lagi termasuk dalam kategori miskin atau rentan miskin secara otomatis dinyatakan tidak aktif.
Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial dan Penanganan Fakir Miskin (Linjamsos dan PFM) Dinas Sosial Kota Cimahi, Agustus Fajar, menyampaikan bahwa masyarakat yang kepesertaannya dinonaktifkan masih memiliki peluang untuk melakukan reaktivasi.
“Jika ada warga yang dinyatakan tidak aktif, maka bisa dilakukan reaktivasi melalui Puskesos (Pusat Kesejahteraan Sosial) di masing-masing kelurahan,” ujar Agustus, Rabu (25/6/2025).
Namun, ia menekankan bahwa proses reaktivasi tidak dapat dilakukan secara instan. Warga harus mendapatkan surat rekomendasi dari Dinas Sosial yang ditandatangani langsung oleh Kepala Dinas.
Selanjutnya, dokumen tersebut diunggah ke dalam sistem SIKS-NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial - Next Generation).
“Setelah itu, masih harus menunggu proses persetujuan dari Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin) serta reaktivasi oleh BPJS Kesehatan pusat sebelum akhirnya aktif kembali di BPJS setempat,” ucapnya.
Agustus menyebutkan, pihaknya tengah melakukan penelusuran terhadap kondisi ekonomi warga yang terdampak untuk menilai apakah masih layak masuk kategori penerima bantuan.
Sebagai solusi sementara, Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Kesehatan dapat menggunakan anggaran APBD untuk membiayai pelayanan kesehatan warga terdampak yang tidak lagi dijamin oleh APBN.
Menurut Agustus, tantangan utama dari kebijakan ini adalah jumlah peserta yang dinonaktifkan secara mendadak serta belum adanya petunjuk teknis resmi dari Kementerian Sosial terkait mekanisme verifikasi dan validasi data terbaru.
“Kami berharap segera ada kejelasan dan petunjuk teknis dari pusat, agar proses pemulihan hak kesehatan warga dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat,” katanya mengakhiri.(*)