
Penetapan Tersangka AR, Peristiwa Longsor Gunung Kuda Berbuntut Panjang
0 minutes read
Cirebon: Tim kuasa hukum AR, tersangka tragedi longsor di lokasi tambang Gunung Kuda, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon menyatakan keberatannya atas kinerja Polresta Cirebon.
Pasalnya, apa yang dilakukan aparat penegak hukum Polresta Cirebon terhadap AR dinilai terlalu buru-buru.
Tim kuasa hukum menyebut bahwa klien bukan Kepala Teknik Tambang (KTT) yang sah secara hukum saat insiden longsor terjadi pada Jum'at 31 Mei 2025. Longsor yang terjadi di tambang milik Koperasi Al Azhariyah itu sebelumnya menewaskan puluhan pekerja.
Pihak kepolisian kemudian menetapkan dua tersangka, yakni AK selaku Ketua Koperasi, dan AR yang disebut sebagai KTT. Namun, dari keterangan keluarga dan kuasa hukum, penetapan terhadap AR dianggap tidak berdasar secara hukum dan fakta lapangan.
Ketua Tim Hukum AR, Ferry Ramadan SH MH, menegaskan bahwa kliennya bukan KTT definitif sebagaimana disyaratkan oleh peraturan Kementerian ESDM. Menurut Ferry, AR hanya pernah ditunjuk sebagai Pejabat Sementara KTT melalui surat dari Kementerian ESDM yang berlaku terbatas maksimal satu tahun.
“Jabatan pejabat sementara Kepala Teknik Tambang (KTT) hanya berlaku selama 6 bulan dan dapat diperpanjang sekali dan Surat penunjukan itu diterbitkan pada 20 November 2021 hingga 20 November 2022. Setelah lewat masa itu, klien kami tidak lagi menjabat sebagai KTT secara sah,” ujar Ferry dalam keterangannya pada Jumat (20/6/2025).
Ia menambahkan, status AR sebagai KTT tidak pernah disahkan oleh Kepala Inspektur Tambang, sebagaimana ketentuan dalam Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik.
“AR itu bukan KTT yang legal. Karena pengangkatan KTT wajib melalui pengesahan oleh Inspektur Tambang, Jadi, tidak cukup hanya ditunjuk oleh koperasi atau pihak tambang. Kalau tidak disahkan, maka tidak sah,” ucapnya.
Keterangan serupa disampaikan istri AR, Sinta. Ia menyatakan bahwa suaminya telah beberapa kali mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sejak dua tahun lalu karena merasa tidak berkompeten dan tidak nyaman menjalankan tanggung jawab di area pertambangan.
“Sudah empat kali suami saya mengajukan pengunduran diri, tapi tidak pernah dikabulkan. Bahkan dia dipaksa tetap bertahan dan Dia juga pernah cerita ke saya, kalau setiap kasih masukan itu tidak pernah didengar,” katanya.
Tim hukum AR menilai penetapan tersangka ini sebagai bentuk pengalihan tanggung jawab dari pihak-pihak yang seharusnya lebih bertanggung jawab, yakni para pemilik modal yang menjalankan kegiatan tambang secara faktual di lapangan.
Ade Purnama, anggota tim hukum lainnya, menjelaskan bahwa AR tidak pernah memiliki wewenang nyata untuk mengatur operasional tambang. Bahkan ketika terjadi kecelakaan kerja, AR tidak berada di lokasi dan tidak dalam posisi sebagai pengambil keputusan.
“Dia tidak pernah mengatur operasional, tidak punya kewenangan mengatur alat berat, bahkan pendapatnya tidak pernah digubris oleh mandor, jadi bagaimana bisa diminta bertanggung jawab secara pidana atas kejadian itu?” Ujar Ade.
Lebih jauh, ia juga menyinggung soal latar belakang pendidikan AR yang bukan berasal dari bidang teknik pertambangan.
“AR itu sarjana pendidikan. Dia pernah ikut uji kompetensi KTT tapi tidak lulus. Artinya, ia tidak layak secara kompetensi maupun legalitas untuk menjabat sebagai KTT. Bagaimana mungkin sekarang ia disalahkan?” ucapnya.
Pihak keluarga memastikan akan menempuh upaya hukum guna membebaskan AR dari status tersangka. Mereka menyatakan siap melayangkan gugatan praperadilan dan mendesak instansi terkait untuk membuka fakta hukum yang sebenarnya.
“Kami yakin bahwa upaya hukum ini akan menunjukkan kebenaran yang sebenarnya. AR tidak layak dijadikan tersangka karena tidak punya tanggung jawab hukum atas kecelakaan itu,” kata Ferry
Istri AR berharap agar keadilan dapat ditegakkan. Ia hanya ingin suaminya dibebaskan dari tuduhan yang dianggap tidak berdasar.
“Harapannya, semoga kebenaran cepat terbuka. Suami saya tidak bersalah. Dia sudah tidak aktif lagi, dan semua yang terjadi bukan tanggung jawabnya,” pungkasnya.
Sementara hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari pihak Polresta Cirebon.(*)