
Krisis Myanmar, Hampir 7.000 Orang Tewas
0 menit baca
Jenewa: Sejak kudeta militer pada Februari 2021, hampir 6.800 warga sipil telah tewas dan lebih dari 22.000 orang masih ditahan secara sewenang-wenang.
Kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Türk Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Jumat (27/6/2025).
Türk menambahkan, hal itu juga diperparah dengan kebutuhan kemanusiaan telah melonjak. Di mana hampir 22 juta orang membutuhkan bantuan dan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi akibat konflik.
“Laporan yang saya sampaikan hari ini adalah tentang rakyat Myanmar dan aspirasi mereka untuk masa depan yang lebih baik. Meskipun menghadapi tantangan besar, orang-orang dari seluruh masyarakat berjuang membangun Myanmar yang damai, berkelanjutan, demokratis, dan beragam, yang didasarkan pada HAM,” ujarnya.
Secara khusus ia menekankan, akuntabilitas harus dimulai dengan pembebasan semua tahanan politik. Serta, penuntutan terhadap mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
“Sangat penting bagi militer untuk segera mengakhiri kekerasan, mengizinkan akses kemanusiaan tanpa hambatan. Dan, membebaskan semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang,” katanya.
“Di tengah kekacauan, perencanaan masa depan dengan hak asasi manusia sebagai yang utama memberi harapan kepada masyarakat. Kita berutang kepada rakyat Myanmar untuk mewujudkan harapan itu.”
Setelah gempa bumi pada 28 Maret yang menewaskan hampir 4.000 orang dan menyebabkan enam juta orang sangat membutuhkan. Militer mengintensifkan serangan alih-alih memfasilitasi bantuan, ucap Türk menambahkan.
Sementara, Kantor HAM PBB, OHCHR, mendokumentasikan lebih dari 600 serangan militer sejak gempa bumi dan 94 persen di antaranya terjadi selama gencatan senjata. Dengan sekolah, tempat ibadah, dan lokasi terlindungi lainnya yang sering menjadi sasaran.
Laporan Komisaris Tinggi menguraikan empat jalur utama untuk meletakkan dasar bagi transisi menuju Myanmar yang damai dan demokratis, keadilan dan akuntabilitas. Pemerintahan yang demokratis, reformasi ekonomi untuk melayani rakyat, dan keterlibatan internasional yang berkelanjutan.(*)