Polisi Masih Selidiki Kasus Longsor Tambang Gunung Kuda
Cirebon: Kepolisian Resor Kota Cirebon, Jawa Barat, masih mengembangkan penyelidikan atas insiden longsor tambang di Gunung Kuda. Insiden ini diketahui menewaskan belasan korban jiwa.
![]() |
Polisi membantu evakuasi korban bencana longsor di kawasan tambang batu alam Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (30/5/2025) (Foto: tribratapolri) |
Kepala Polresta Cirebon Komisaris Besar Polisi Sumarni mengatakan pendalaman insiden longsor tambang galian C di kawasan Gunung Kuda masih berlangsung. Termasuk soal penghasilan yang diperoleh pemilik tambang selama operasional.
"Untuk penghasilan pemilik tambang sampai dengan hari ini, sampai dengan terjadinya longsor masih kita data," katanya di Cirebon, Senin2/6/2025). Ia menjelaskan dalam proses pemeriksaan sementara, polisi telah meminta keterangan delapan orang saksi.
Kemudian ada dua orang yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka insiden longsor di tambang Gunung Kuda. Mereka adalah Ketua Koperasi Al-Azariyah berinisial AK selaku pemilik tambang dan Kepala Teknik Tambang (KTT) inisial AK selaku pengawas operasional tambang di lapangan.
"Yang kita minta pertanggungjawaban sementara ini adalah dua orang. Pemilik tambang dan kepala teknik tambang," ujarnya.
Menurutnya, status dan kualifikasi kepala teknik tambang di area tambang galian C Gunung Kuda akan ikut ditelusuri melalui lembaga pemberi sertifikasi. Seorang KTT, kata Kapolresta, umumnya memiliki sertifikasi resmi yang dikeluarkan dinas teknis terkait.
Selain itu, penyidik juga sedang mendalami sejauh mana fungsi pengawasan dilaksanakan di lapangan. Sumarni mengisyaratkan bahwa proses ini masih bisa berkembang, tergantung pada temuan investigasi lanjutan di lapangan.
"Kalau nanti berkembang, bisa saja. Apakah benar dilakukan pengawasan yang sesuai atau tidak, kita masih mendalami," katanya.
Kapolresta menambahkan sebelumnya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jabar telah mengeluarkan teguran kepada pemilik tambang. Agar menghentikan kegiatan, namun tidak diindahkan.
"Teguran dari dinas sudah ada untuk menghentikan aktivitas tambang, tapi si pemilik tambang tidak mengindahkan. Ini juga menjadi bagian dari penyelidikan kami," katanya.
Ia menegaskan, akan menelusuri semua unsur yang berperan dalam peristiwa longsor tersebut. Termasuk kemungkinan pelanggaran administratif maupun pidana.
Untuk dua orang tersangka dalam kasus longsor tambang ini dijerat Pasal 98 dan 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Ini tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.
Polisi juga mengenakan Pasal 35 Undang-Undang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Serta Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.(*)